Bursakota.co.id, Kepri – Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad, secara tegas membantah rumor yang menyebutkan bahwa Pemerintah Provinsi Kepri bersama UNHCR Indonesia telah sepakat menjadikan Pulau Galang sebagai tempat penampungan pengungsi Rohingya.
“Rumor itu tidak benar dan disebar oleh akun yang tidak bertanggung jawab. Tidak ada kesepakatan antara Pemprov Kepri dan UNHCR Indonesia mengenai Pulau Galang,” tegas Gubernur Ansar di Tanjungpinang, Selasa (2/1).
Ia menegaskan bahwa Pemprov Kepri tidak memberikan tanah kosong kepada UNHCR Indonesia untuk pengungsi Rohingya, mengingat potensi kegaduhan yang dapat ditimbulkan oleh rumor-rumor semacam itu di masyarakat.
Gubernur Ansar menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia memandang keberadaan pengungsi Rohingya sebagai masalah yang harus diselesaikan. Namun, tidak ada kebijakan yang diambil terkait penunjukan Pulau Galang sebagai tempat penampungan.
“Saya mohon masyarakat bijak dalam menanggapi informasi di internet. Jangan terprovokasi oleh hal-hal yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa kita,” imbuhnya.
Ia juga menegaskan bahwa tidak ada arahan dari pemerintah pusat terkait penempatan pengungsi Rohingya di Pulau Galang. Pemerintah pusat masih berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan UNHCR Indonesia untuk mencari solusi terbaik.
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh UNHCR Indonesia melalui akun resmi mereka. Mereka menegaskan bahwa tidak ada permintaan untuk tempat khusus bagi pengungsi Rohingya, termasuk Pulau Galang, Kepulauan Riau.
Sebelumnya, Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin membuka kemungkinan menampung pengungsi Rohingya di Pulau Galang, namun Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud Md, memastikan bahwa Pulau Galang tidak akan digunakan sebagai tempat pengungsian.
Pemerintah sedang mencari lokasi lain dengan koordinasi tiga provinsi: Aceh, Sumatra Utara, dan Riau.
Juru Bicara Kemlu RI, Lalu Muhammad Iqbal, menegaskan bahwa fokus saat ini adalah menyelesaikan masalah di Aceh serta menyelesaikan akar masalah konflik di Myanmar. Upaya dibuat untuk membantu pemulihan demokrasi di Myanmar.
Editor : Dika