Aceh Timur – Pembelian lahan untuk perluasan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Jasa Tani di Desa Seuneubok Saboh, Kecamatan Pante Bidari, Kabupaten Aceh Timur, menuai sorotan tajam dari masyarakat.
Dugaan penyimpangan dan ketidaktransparanan dalam proses pembelian lahan seluas 7.099,5 meter persegi dengan harga Rp 6.000 per meter, memicu kecurigaan adanya permainan dari oknum aparat desa yang dinilai merugikan BUMDes.
Masyarakat mempertanyakan mengapa harga lahan tersebut terlalu tinggi dibandingkan nilai pasar sebenarnya. Berdasarkan informasi warga, tanah yang dibeli oleh BUMDes itu sebelumnya pernah ditawar warga kepada pemilik yang sama seharga Rp 3.500 per meter.
Namun, proses penjualan kepada warga diduga dihentikan oleh pihak desa dengan alasan tanah tersebut akan dibeli oleh BUMDes untuk perluasan usaha desa.
Lebih mencurigakan lagi, dua pengurus inti BUMDes Jasa Tani, Ridwan (Sekretaris) dan Abubakar (Ketua), mengaku tidak pernah dilibatkan dalam proses pengukuran dan pembelian lahan tersebut.
“Saya dan Abubakar tidak diajak dalam pengukuran atau pembelian tanah. Tahu-tahu lahan sudah dibeli, dan kami hanya melihat data dari pihak desa. Ini jelas tidak melalui proses musyawarah,” ujar Ridwan kepada media, Senin 23 Juni 2025.
Dalam percakapan yang juga didengar oleh media, Ketua BUMDes Abubakar membenarkan bahwa dirinya tidak mengetahui proses tersebut dan tidak hadir saat pengukuran dilakukan. Hal ini memperkuat dugaan bahwa pembelian dilakukan secara sepihak oleh oknum tertentu di tingkat desa.
Ridwan juga menegaskan perlunya keterbukaan dalam setiap penggunaan dana milik desa.
“Usaha ini bukan milik pribadi atau kelompok. Harus ada musyawarah dan rapat terbuka bersama masyarakat. Saya minta setiap tahun dibuat Rapat Pertanggungjawaban (RPJ) agar semua bisa transparan dan akuntabel,” tegasnya.
Masalah ketidaktransparanan ini tak hanya terkait BUMDes, tetapi juga mencuat dalam pengelolaan Dana Desa (DD). Warga menyebut bahwa tidak pernah ada rapat umum pertanggungjawaban, dan informasi publik yang terpasang di kantor desa dinilai tidak akurat dan menyesatkan.
Seorang warga, yang enggan disebut namanya, menyatakan:
“Kami tidak terima kalau harga tanah dipatok Rp 6.000 per meter. Tanah itu sebelumnya bisa dibeli Rp 3.500. Kenapa sekarang harganya melonjak drastis? Apalagi kami dengar ada oknum ‘agen’ yang bermain di balik transaksi ini.”
Saat dikonfirmasi oleh media, Penjabat Keuchik Seuneubok Saboh, MAR, menyatakan bahwa memang ada dana laba dari BUMDes dan sisa dana ganti rugi irigasi yang digunakan dalam pembelian tanah tersebut. Namun, untuk penjelasan lebih rinci, ia menyarankan agar media menghubungi sekretaris pelaksana kegiatan.
Masyarakat Desak Penyelidikan
Masyarakat Desa Seuneubok Saboh kini mendesak aparat penegak hukum untuk segera menyelidiki dugaan penyimpangan ini dan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat. Mereka juga menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kegiatan yang menggunakan dana desa dan BUMDes.(hsb)