Natuna – Kondisi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) PDAM Tirta Nusa di Kabupaten Natuna saat ini berada pada titik yang mengkhawatirkan.
Fasilitas yang ada mulai dari intake hingga jaringan distribusi dinilai sudah tidak maksimal lagi untuk melayani sekitar 7.000 sambungan rumah (SR) pelanggan aktif PDAM.
Selain masalah infrastruktur, tantangan lain datang dari kondisi alam. Musim kemarau yang setiap tahun tiba pada bulan Juni atau Juli menyebabkan pasokan air baku menurun drastis. Bahkan, dalam dua hingga tiga minggu terakhir, sejumlah sumber air PDAM dilaporkan sudah mulai kering.
“Kami melihat kondisi ini sebagai peringatan serius. Fasilitas SPAM kita sudah tidak optimal, dan jika tidak segera ditangani, maka krisis air bersih akan semakin meluas,” kata Direktur PDAM Tirta Nusa Natuna, Zaharuddin di ruang kerjanya pada Jumat (25/07/2025) petang.
Menurutnya, saat ini terdapat beberapa sumber air baku yang masih tersedia dan dinilai original atau murni, di antaranya berada di Gunung Sepempang, Sejuba, Selemam, dan Gunung Limau Manis-Ceruk. Rencana ke depan, semua sumber tersebut akan dikoneksikan dalam satu sistem perpipaan untuk memperkuat pasokan air baku PDAM.
“Kita harus mulai menyiapkan koneksi sumber-sumber ini. Kalau tidak, maka setiap musim kemarau kita akan menghadapi persoalan serupa dan hanya akan memadamkan kebakaran, bukan menyelesaikan masalah dari akarnya,” tegas Zaharuddin.
Wilayah Terdampak Mulai Meluas
Sejumlah wilayah di Natuna kini sudah mengalami kelangkaan air bersih. Wilayah Bunguran Timur Laut, seperti Kelanga, melaporkan kesulitan mendapatkan air bersih hingga pihak kecamatan menghubungi PDAM untuk mencari solusi secepatnya.
Tak hanya itu, berdasarkan pemetaan PDAM, wilayah langganan kekeringan lainnya meliputi Bunguran Tengah dan Bunguran Selatan yang diperkirakan juga akan mengalami dampak serupa apabila musim kemarau berlanjut panjang.
“Kita terbatas dalam memberikan pengantaran air bersih dengan mobil tangki, karena anggaran PDAM juga terbatas. Apalagi, beberapa daerah yang meminta bantuan bukan wilayah pelanggan PDAM,” jelasnya.
Dilema dan Tanggung Jawab Bersama
Zaharuddin mengakui bahwa saat berbicara musim kemarau, artinya berbicara tentang kebutuhan dasar manusia untuk hidup. Ini menjadi dilema bagi PDAM di tengah kemampuan finansial perusahaan daerah yang terbatas.
“Untuk langkah penanganan, kita harus berani membenahi sumber air dan jaringan perpipaan. Jangan hanya bergantung pada APBN. APBD juga harus diarahkan untuk memastikan kebutuhan masyarakat terpenuhi,” ujarnya.
Usulan Solusi Konkret
Salah satu solusi yang ditawarkan PDAM adalah penambahan jaringan sumber air baku dari Gunung Jelita Sejuba yang akan disalurkan ke wilayah Batu Kapal. Hal ini penting mengingat pembangunan di Batu Kapal semakin masif, mulai dari hunian tetap (Huntap) masyarakat relokasi Batu Kapal, Perumahan DPRD, Perumahan Pemda, Kompleks Masjid Agung, Sekolah Rakyat, hingga bangunan-bangunan baru lainnya.
Bahkan, kawasan kumuh Batu Kapal direncanakan akan dikembangkan oleh investor menjadi kawasan khusus.
Namun, Zaharuddin menegaskan jika sistem air bersih tidak disiapkan sejak sekarang, maka pembangunan kawasan tersebut akan terkendala akibat minimnya ketersediaan air bersih.
“Kita harus pikirkan bersama-sama. Jangan ada ego sektoral. Air bersih ini menyangkut kebutuhan dasar masyarakat dan juga menjadi faktor pendukung pembangunan daerah ke depan,” pungkasnya. (Bk/Dika)