RDP di DPRD Buton Nyaris Ricuh, Bupati Mangkir, Mahasiswa Nilai Tak Hargai Aspirasi Rakyat

0
144
Keterangan Foto : Suasana saat DPRD Buton gelar RDP bersama sejumlah OKP dan Pemda Buton

Buton — Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Buton, Senin (6/10/2025), nyaris berakhir ricuh. Rapat tersebut dihadiri oleh berbagai organisasi kemahasiswaan, di antaranya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Buton, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat STKIP Buton.

Agenda RDP digelar untuk menindaklanjuti tuntutan mahasiswa terkait kenaikan retribusi pasar dan penggunaan aset daerah yang dinilai tidak transparan. Forum tersebut merupakan hasil kesepakatan antara massa aksi dengan pihak DPRD saat demonstrasi pada 3 Oktober 2025. Dalam kesepakatan itu, massa aksi menegaskan agar Bupati Buton turut hadir dalam forum untuk memberikan penjelasan langsung kepada publik.

Namun, saat forum RDP resmi dibuka oleh Ketua DPRD Buton, Bupati Buton kembali tidak hadir, dengan alasan sedang dalam kondisi kurang sehat sebagaimana disampaikan oleh Asisten II yang hadir mewakili pemerintah daerah. Penjelasan itu sontak memicu reaksi keras dari peserta RDP, sebab beberapa massa aksi mengaku melihat bupati menghadiri kegiatan di Desa Winning beberapa jam sebelum RDP berlangsung.

Situasi forum sempat memanas dan nyaris ricuh, namun berhasil diredam oleh aparat keamanan dan pihak DPRD. Meski demikian, sebagian massa aksi memilih meninggalkan ruangan RDP sebagai bentuk kekecewaan terhadap ketidakhadiran bupati.

IMMawan Alwin menegaskan bahwa kehadiran bupati sangat penting karena menyangkut prinsip akuntabilitas sebagaimana diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

“Bupati seharusnya hadir untuk mempertanggungjawabkan setiap kebijakan. Ketidakhadiran beliau adalah bentuk ketidakprofesionalan seorang pemimpin daerah,” katanya.

Senada dengan itu, Yulan Iskandar dari HMI menilai sikap bupati yang terus absen dari forum resmi DPRD mencerminkan ketidaktegasan dan tidak mencirikan sosok pemimpin. Ia juga meminta DPRD bersikap lebih tegas terhadap eksekutif.

“Legislatif bukan bawahan eksekutif. Kalau surat RDP tidak diindahkan berkali-kali, itu artinya ada persoalan serius dalam tata kelola pemerintahan,” tegasnya.

Ketua IMM Cabang Buton, Muzli, juga menilai absennya bupati merupakan bukti lemahnya komitmen dalam menanggapi aspirasi masyarakat.

“Beberapa kali aksi sudah kami lakukan, surat RDP juga sudah berulang kali dilayangkan DPRD, tapi selalu diabaikan. Ini bukan hanya persoalan administratif, tapi soal moral seorang pemimpin,” tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris IMM Cabang Buton, Fajar Hasidin, meminta seluruh pihak memahami tindakan massa yang memilih keluar dari forum.

“Kalau dari awal bupati mau hadir, mungkin tidak akan ada reaksi seperti ini. Yang kami inginkan hanya ruang dialog yang jujur dan solutif untuk kebaikan Buton,” pungkasnya.

RDP akhirnya dilanjutkan meski dengan suasana yang sempat tegang. Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pihak pemerintah daerah maupun Bupati Buton terkait ketidakhadirannya dalam forum tersebut.

Laporan : Haris

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini