
Natuna – Meskipun angka prevalensi stunting di Kabupaten Natuna berhasil berada di bawah target nasional tahun 2025 sebesar 18,8 persen, sejumlah wilayah masih menunjukkan data yang mengkhawatirkan.
Berdasarkan Laporan Indikator Kinerja Gizi Triwulan II Tahun 2025 dari Dinas Kesehatan Natuna, hingga Mei 2025 tercatat sebanyak 388 balita mengalami stunting. Angka ini setara dengan 13,86 persen dari total balita yang dipantau di seluruh wilayah kerja puskesmas se-Kabupaten Natuna.
Dua wilayah dengan angka stunting tertinggi adalah Puskesmas Sedanau dengan 18,88 persen (35 kasus) dan Puskesmas Kelarik dengan 18,11 persen (37 kasus). Sedangkan wilayah dengan prevalensi stunting terendah tercatat di Puskesmas Batubi Jaya (1,92 persen) dan Pulau Tiga (3,67 persen).
Selain stunting, permasalahan gizi lain yang juga menjadi perhatian di Natuna antara lain:
Wasting (balita kurus): 120 anak (4,29%)
Overweight (berat badan berlebih): 128 anak (4,57%)
Underweight (berat badan kurang): 323 anak (11,54%)
Puskesmas Ranai mencatat jumlah balita overweight tertinggi, yaitu 27 kasus, disusul Kelarik (11 anak) dan Sedanau (10 anak). Data ini diperbarui secara berkala setiap 8 jam, dengan pembaruan terakhir pada 11 Juni 2025 pukul 02.00 WIB.
Kepala Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pembangunan Daerah (BP3D) Kabupaten Natuna, Moestofa Albakry, menegaskan bahwa penanganan stunting membutuhkan kolaborasi lintas sektor, termasuk hingga ke tingkat desa.
“Melalui program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita, kita berupaya mendorong perbaikan gizi,” ungkapnya pada Kamis, 19 Juni 2025.
Berdasarkan Analisis ePPGBM Tahun 2024, diketahui bahwa, 2,82 persen balita stunting berasal dari keluarga yang tidak memiliki akses air bersih dan 80,45 persen keluarga sasaran terpapar asap rokok di lingkungan rumah
“Paparan asap rokok menjadi salah satu penyebab utama terganggunya tumbuh kembang anak. Karena itu, kita terus gencar menyosialisasikan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), termasuk larangan merokok di dalam rumah,” tegas Moestofa.
Moestofa menyampaikan bahwa penanganan stunting saat ini menjadi salah satu indikator kinerja utama (IKU) Bupati Natuna, dan pelaksanaannya telah melibatkan kecamatan dan desa secara langsung.
“Mereka yang paling tahu kondisi nyata di lapangan. Maka dari itu, intervensi pun diarahkan langsung dari bawah,” jelasnya.
Selain intervensi di lapangan, edukasi gizi juga menyasar remaja putri dan calon pengantin, guna mencegah stunting sejak masa sebelum kehamilan.
“Mayoritas anak stunting lahir dari ibu yang mengalami anemia. Pemda telah membagikan pil tambah darah kepada remaja putri sebagai bagian dari program pencegahan,” tambahnya.
Moestofa menutup keterangannya dengan ajakan agar semua pihak berperan aktif dalam upaya penurunan stunting di Natuna.
“Kesadaran masyarakat kita terkait tumbuh kembang anak masih sangat rendah. Kita berharap semua elemen bisa berkolaborasi untuk melahirkan generasi penerus bangsa yang sehat dan berkualitas,” pungkasnya. (BK/Dod)