Lingga – Di utara Kabupaten Lingga, tepatnya dalam wilayah administratif Kecamatan Senayang, terdapat sebuah pulau kecil yang menyimpan kisah besar.
Pulau itu bernama Pulau Mamut sebutan yang mungkin terdengar sederhana, namun sesungguhnya memuat sejarah yang nyaris terlupakan, terbalut dalam legenda rakyat dan jejak spiritual masa silam.
Asal Usul Nama “Mamut”
Warga setempat meyakini bahwa nama Pulau Mamut berasal dari nama besar Sultan Mahmud Riayat Syah atau Sultan Mahmud III, salah satu sultan Kesultanan Riau-Lingga yang memerintah pada 1761 hingga 1812.
Dalam pelayarannya, Sultan Mahmud kerap singgah di pulau ini untuk beristirahat atau mencari air. Dari sanalah, sebutan “Pulau Mahmud” lambat laun bergeser dalam pelafalan rakyat menjadi Pulau Mamut.
Legenda ini terus diwariskan dari generasi ke generasi, menjadi bagian dari identitas masyarakat pulau yang kecil namun sarat makna ini.
Mata Air Berbentuk Telapak Kaki
Salah satu keunikan Pulau Mamut yang masih dapat disaksikan hingga kini adalah mata air tawar berbentuk telapak kaki manusia. Sumber air ini terletak di bibir pantai, sangat dekat dengan laut.
Anehnya, air yang muncul dari cekungan berbentuk tapak kaki ini tetap tawar tidak asin dan tidak pernah kering, bahkan di musim kemarau sekalipun.
Bagi masyarakat Pulau Mamut, tempat ini bukan sekadar keajaiban alam. Mereka percaya, jejak itu adalah tapak kaki Sultan Mahmud yang muncul saat beliau mencari air di pulau ini. Karena itulah mata air ini dianggap keramat, dan diperlakukan dengan penuh penghormatan.
Kehidupan di Balik Sejarah
Di balik cerita magis itu, Pulau Mamut kini dihuni oleh komunitas kecil masyarakat pesisir yang hidup tenang dan bersahaja. Dikelilingi selat kecil yang menyerupai sungai, dan dilindungi oleh pulau kecil di dekatnya, desa di Pulau Mamut memiliki pemandangan yang asri dan alami.
Sebagian besar warganya menggantungkan hidup dari laut, menjadi nelayan tradisional yang tetap menjaga kelestarian alam sekitar.
Menjaga Jejak Warisan Leluhur
Di tengah pesatnya perkembangan zaman, Pulau Mamut tetap berdiri sebagai saksi sejarah dan warisan budaya masyarakat Lingga. Cerita rakyat, mata air ajaib, dan ingatan kolektif tentang singgahnya Sultan Mahmud menjadi bagian dari identitas lokal yang layak untuk terus dikenang dan dijaga.
Pulau ini mungkin kecil di peta, tetapi besar di hati masyarakat yang menjunjung sejarah dan nilai-nilai luhur warisan leluhur.(Bk/Iwan)

















