
Natuna – Di sebuah rumah sederhana di Kampung Sebala, Desa Batu Gajah, Ranai, suasana hening menyambut kedatangan Wan Safri Syamsudin (BWS) pada Minggu, 24 Agustus 2025 lalu.
Tujuan kedatangannya bukan sekadar silaturahmi, melainkan untuk menjenguk seorang tokoh yang dulunya menjadi panutan masyarakat: Abdul Rahman, mantan imam masjid di desa tersebut.
Sudah tujuh tahun Abdul Rahman harus berbaring karena penyakit stroke. Tubuhnya tak lagi mampu menopang langkah, namun sorot matanya masih menyimpan keteguhan seorang imam yang pernah membimbing jamaahnya. Di sisinya, keluarga dengan penuh kesabaran terus menemani hari demi hari.
BWS duduk di samping Abdul Rahman, menyalami tangannya dengan penuh hormat. Ia menyerahkan bantuan berupa paket sembako dan sejumlah uang tunai.
“Nilainya tidak seberapa, tapi semoga bisa membantu kebutuhan sehari-hari dan memberi semangat untuk tetap tegar menghadapi cobaan,” ujar BWS dengan suara lembut.
Kunjungan itu tak hanya berhenti di satu rumah. BWS juga menyempatkan diri menemui seorang warga lainnya yang telah menderita stroke ringan selama hampir tiga tahun.
Meski kondisinya lebih baik, ia tetap membutuhkan perhatian. Santunan tunai kembali diberikan, disertai doa dan dorongan agar tidak patah semangat.
Bagi BWS, perjalanan singkat ini menjadi renungan mendalam. Ia menyadari bahwa kepedulian sosial bukanlah soal besar kecilnya pemberian, melainkan tentang keikhlasan dan keberanian untuk hadir di tengah masyarakat.
“Apa yang saya lakukan hanyalah langkah kecil. Namun, saya percaya jika kita semua saling peduli, masyarakat akan menjadi lebih kuat dan saling menopang,” ungkapnya pada Jumat (29/08/2025).
Silaturahmi, menurut BWS, adalah kekuatan yang kerap terlupakan di tengah hiruk pikuk kehidupan. Dengan menjenguk para tetua kampung dan tokoh agama yang dulu berjasa, ia berharap nilai kebersamaan kembali terjaga.
“Semoga Pak Abdul Rahman dan warga lain yang sakit diberi kesabaran, kekuatan, serta kesehatan oleh Allah SWT,” tutupnya penuh doa.
Kampung Sebala sore itu kembali lengang, tapi hangatnya sapaan dan doa yang terucap menjadi pengingat bahwa kepedulian adalah bahasa universal yang selalu menguatkan hati. (Bk/Dika)