Diduga Terjegal Qanun, Warga Cek Mbon Kehilangan Hak Politik Maju Sebagai Keuchik

0
16
FOTO : Samsuar

Aceh Timur – Seorang warga Gampong Cek Mbon, Kecamatan Peureulak Kota, Kabupaten Aceh Timur, bernama Samsuar mengaku kehilangan haknya untuk mencalonkan diri sebagai Keuchik dalam pemilihan tahun ini.

Ia merasa terjegal oleh Ketentuan Qanun Aceh No. 4 Tahun 2009 yang dianggap menafikan undang-undang Nasional tentang Desa.

Samsuar, yang lahir dan besar di Desa Cek Mbon, sempat merantau beberapa tahun untuk mencari nafkah, namun kini telah menetap kembali di desanya dan mendapat dukungan dari sejumlah tokoh serta warga setempat untuk maju dalam kontestasi pemilihan Keuchik.

“Saya lahir dan besar di desa ini, hanya merantau sebentar demi mencari rezeki. Sekarang saya sudah kembali dan ingin membangun desa. Banyak tokoh desa juga mendukung saya, tapi malah hak saya seakan dirampas,” ujarnya kepada meda ini kamis 17 juli 2025 dengan nada sedih.

Namun, panitia pemilihan Keuchik menyatakan bahwa keputusan mereka sudah sesuai dengan regulasi daerah. Ketua panitia, Muhammad Syah Iqbal, menegaskan bahwa pihaknya hanya menjalankan aturan sebagaimana yang termuat dalam Qanun Aceh No. 4 Tahun 2009, khususnya Pasal 15 ayat 2 huruf e.

“Kita tinggal di Aceh, maka kami sebagai panitia hanya mengikuti aturan dalam Qanun Aceh. Tidak bisa diganggu gugat. Jika ada pihak yang tidak puas, silakan gugat secara hukum.Kami siap,” ucap Iqbal melalui sambungan telepon.

Pasal tersebut mengatur bahwa calon Keuchik harus berdomisili di desa setempat sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut sebelum mendaftar. Namun, sejumlah pihak menilai bahwa aturan tersebut kontradiktif dengan Pasal 33 huruf g Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menyebut batas minimal satu tahun sebagai syarat domisili calon kepala desa.

Ketimpangan Regulasi: Qanun vs Undang-Undang Nasional

Kasus ini menuai perhatian publik karena memunculkan pertanyaan tentang dominasi Qanun di atas Undang-Undang Nasional. Banyak kalangan menilai bahwa ketentuan dalam Qanun Aceh seharusnya tidak digunakan untuk membatasi hak politik warga, terutama jika calon yang bersangkutan memang asli warga desa dan telah kembali menetap.

Pakar hukum dan pemerhati demokrasi lokal Hasbi, menyebutkan bahwa Qanun dapat menjadi alat kepentingan kelompok tertentu jika tidak disusun secara inklusif dan transparan. Kurangnya partisipasi publik dalam penyusunan regulasi daerah juga berpotensi membuka celah bagi praktik ketidakadilan terselubung.

Tuntutan Keadilan

Kasus Samsuar dinilai menyentuh nilai-nilai Pancasila, terutama sila kelima: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam konteks ini, ia dianggap menjadi korban dari tafsir hukum yang terlalu sempit dan tidak mempertimbangkan aspek sosial serta sejarah hidup warga desa.

“Ini bukan soal menang atau kalah dalam pemilihan. Ini soal hak warga negara untuk berpartisipasi membangun desa. Demokrasi tidak boleh dikerdilkan oleh aturan yang menutup pintu partisipasi,” ujar seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.

Langkah Selanjutnya

Samsuar mengaku tengah mempertimbangkan langkah hukum melalui jalur sengketa administrasi atau gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menguji kembali kedudukan Qanun terhadap Undang-Undang Nasional.

Sementara itu, masyarakat Desa Cek Mbon dan sekitarnya terus memantau jalannya proses pemilihan Keuchik yang dianggap tidak lagi merepresentasikan semangat keterbukaan dan keadilan dalam demokrasi lokal.

Samsuar meminta Bupati Aceh Timur untuk menindaklanjuti berkas – berkasnya agar bisa ikut kontestan pemilihan Keuchik Desa Cek Embon.

Reporter : asbi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini