Natuna – Isu soal tunggakan gaji dan iuran BPJS Ketenagakerjaan di tubuh PDAM Tirta Nusa Kabupaten Natuna sempat ramai diperbincangkan. Banyak pegawai merasa cemas, sementara masyarakat ikut mempertanyakan kondisi perusahaan air minum daerah tersebut.
Menanggapi hal itu, Direktur PDAM Tirta Nusa, Zaharuddin, angkat bicara. Ia menegaskan bahwa permasalahan tersebut sudah ada sejak sebelum dirinya memimpin.
“Tunggakan BPJS itu bukan baru sekarang, sudah sejak lama. Dampaknya, saya sendiri pun belum terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan,” ujarnya dengan nada prihatin.
Menurutnya, pihak BPJS sudah pernah melakukan audit langsung di Natuna. Hasilnya, kedua belah pihak sepakat mencari jalan keluar bersama, tanpa saling menyalahkan.
Zaharuddin juga meluruskan isu tunggakan gaji. Ia mengakui memang ada keterlambatan, tetapi bukan sebanyak yang diberitakan.
“Tunggakan gaji itu tiga bulan, bukan lima. Itu pun sisa dari periode sebelumnya. Kalau sekarang, gaji tetap kami usahakan dibayar setiap bulan,” katanya.
Berdasarkan audit Kantor Akuntan Publik (KAP), masalah gaji timbul karena jumlah pegawai yang melebihi kemampuan keuangan perusahaan. Dengan pendapatan yang ada, PDAM idealnya menanggung 39 pegawai, tetapi kenyataannya ada 51 orang.
“Ada beban politik juga, pegawai titipan. Itu membuat keuangan perusahaan berat,” jelasnya jujur.
Selain itu, lanjut Zaharuddin, masalah lain muncul dari sisi kinerja pegawai. Berdasarkan rasio yang diatur dalam Permendagri Nomor 23 Tahun 2024, PDAM tidak hanya kelebihan pegawai, tetapi juga menghadapi penurunan motivasi kerja. Hal ini terjadi karena banyak pegawai terjerat pinjaman di bank dengan potongan angsuran yang bahkan melebihi 50 persen gaji pokok, bahkan ada yang mencapai lebih dari 100 persen.
“Ini membuat sebagian pegawai kehilangan semangat bekerja, karena gaji mereka sudah habis dipotong bank sebelum sempat diterima,” ungkapnya.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa manajemen PDAM tidak pernah melakukan diskriminasi dalam pembayaran gaji. Menurutnya, justru sering kali dilakukan diskresi demi membantu pegawai yang sedang menghadapi kesulitan.
“Kalau ada pegawai yang terkena musibah atau butuh uang kuliah anaknya, gajinya bisa kami dahulukan. Bahkan ada yang kami bayarkan lunas sekaligus ketika dia ingin pindah rumah. Saya sendiri pun pernah menggunakan uang pribadi untuk menalangi gaji pegawai. Jadi, diskriminasi seperti apa yang dimaksud? Justru banyak kebijakan yang kami ambil itu sifatnya positif untuk pegawai,” tegasnya.
Lebih jauh, Zaharuddin mengungkapkan bahwa sejak tahun 2020 hingga kini, PDAM masih menggunakan sumber air yang izin hak pakainya berasal dari HKM Gapoktan 8, di mana dirinya sendiri menjadi ketua. Namun hingga saat ini, hak Gapoktan tersebut belum pernah ditagihkan kepada PDAM, semata-mata karena mempertimbangkan kondisi keuangan perusahaan yang masih sulit.
“Ini menunjukkan bahwa kami sungguh ingin menyelamatkan PDAM. Masalah memang nyata, tapi kami berusaha mencari solusi yang terbaik agar hak pegawai tetap terjamin dan pelayanan masyarakat tidak terganggu,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Umum PDAM, Febry Amiruddin, menambahkan bahwa sejak 2025 gaji pegawai sudah dibayarkan tepat waktu. Tunggakan yang ada hanyalah akumulasi dari tahun 2023–2024.
“Hasil audit di akhir 2024 mencatat memang ada keterlambatan 3–4 bulan. Tapi itu akumulasi, bukan gaji tahun berjalan. Sistem pembayaran juga harus urut, tidak boleh melompati bulan yang menunggak,” terangnya.
Febry juga menjelaskan bahwa PDAM rutin diaudit dua kali setahun: audit keuangan oleh KAP dan evaluasi kinerja oleh BPKP.
Soal iuran BPJS, Febry mengakui memang masih ada tunggakan. Namun, sudah ada kesepakatan dengan pihak BPJS Ketenagakerjaan agar pembayaran bisa dilakukan secara bertahap.
“Kami sudah sepakat, mulai bulan depan iuran dibayar rutin, ditambah cicilan dua bulan untuk menutup tunggakan lama. Semua ada notulensi nya,” tegasnya.
Baik Direktur maupun manajemen PDAM Tirta Nusa berharap masyarakat bisa memahami kondisi sebenarnya. Mereka berkomitmen membenahi masalah lama secara bertahap, agar hak pegawai tetap terjamin dan pelayanan kepada masyarakat tidak terganggu.
“Kami tidak menutup mata. Masalah ini nyata, tapi juga ada solusi. Kami ingin PDAM benar-benar sehat kembali,” tutup Zaharuddin. (Bk/Dika)