Kebingungan Menyelimuti Pemerintahan Baru Natuna, Hampir Semua Sektor Mengeluh

0
680
Ket Foto : Kontraktor dan tenaga konstruksi Natuna saat melakukan unjuk rasa menuntut pembayaran hutang beberapa waktu lalu

Natuna – Awan ketidakpastian mulai menyelimuti jalannya roda pemerintahan Kabupaten Natuna dalam beberapa waktu terakhir.

Suara-suara sumbang kian nyaring terdengar di ruang publik, menandakan kekecewaan dan ketidakpuasan terhadap kebijakan yang diambil oleh Bupati terpilih.

Meski masa kepemimpinan Cen Sui Lan dan wakilnya, Jarmin Sidik, masih seumur jagung belun 100 hari kerja, sorotan tajam sudah diarahkan ke berbagai kebijakan yang mereka ambil.

Melemahnya ekonomi masyarakat serta turunnya daya beli menjadi indikator awal yang mencerminkan kegelisahan publik terhadap arah pemerintahan baru.

Keluhan tersebut bukan tanpa alasan. Hampir semua sektor kini merasakan dampaknya. Pegawai daerah menghadapi masa sulit akibat macetnya pembayaran Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP). Guru dan tenaga kesehatan pun mengalami nasib serupa, hanya mengandalkan gaji pokok di tengah tingginya biaya hidup di wilayah perbatasan.

Setelah pergantian kepemimpinan, masyarakat dihadapkan pada situasi yang membingungkan: pembangunan melambat, komunikasi birokrasi melemah, dan isu beban hutang mulai mencuat ke permukaan.

Sejak dilantiknya Cen Sui Lan dan Jarmin Sidik menggantikan Bupati dan Wakil Bupati sebelumnya, sejumlah sumber internal Pemda mengeluhkan tidak adanya arah yang jelas dalam perencanaan dan pelaksanaan program.

Lebih memprihatinkan lagi, sejumlah program prioritas yang sebelumnya berjalan dengan dukungan pemerintah pusat kini kehilangan momentum.

“Kami bingung harus memulai dari mana. Banyak arahan yang berubah-ubah dan belum ada keputusan konkret soal kelanjutan program strategis,” ujar seorang pejabat eselon yang enggan disebutkan namanya.

Situasi ini diperparah oleh beban hutang jangka pendek yang berasal dari belanja mendesak pada akhir masa jabatan sebelumnya. Meski sebagian besar merupakan belanja sah dan untuk kepentingan publik, pemerintah baru tampak kesulitan menyusun skema pembayaran yang tepat.

Di saat bersamaan, kebijakan “efisiensi anggaran” yang digaungkan pimpinan baru justru menimbulkan kekhawatiran. Beberapa OPD mulai membatalkan program pemberdayaan masyarakat, pengadaan sarana, hingga layanan dasar akibat instruksi untuk menahan seluruh bentuk belanja, kecuali yang bersifat rutin.

“Kalau semuanya dikaji ulang, lalu kapan masyarakat bisa merasakan dampaknya? Kita khawatir pelayanan dasar ikut tersendat,” ujar seorang pejabat di salah satu dinas.

Efisiensi memang penting, terlebih dalam kondisi fiskal yang terbatas. Namun efisiensi tanpa arah dan strategi hanya akan melahirkan stagnasi. Sementara itu, masyarakat membutuhkan kepastian bukan sekadar janji, tetapi aksi nyata yang bisa dirasakan secara langsung.

Suara kerinduan terhadap kepemimpinan sebelumnya pun semakin santer terdengar. Banyak yang menilai era Wan Siswandi lebih komunikatif, responsif, dan aktif menjalin sinergi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat, terutama dalam sektor pendidikan, infrastruktur, dan pengembangan wilayah pesisir.

Kondisi internal pemerintahan pun tak luput dari sorotan. Beberapa pejabat terlihat menjaga jarak, sementara sebagian lainnya merasa kehilangan arah akibat perubahan mendadak dalam pola komunikasi dan kepemimpinan.

Isu retaknya hubungan antara Bupati Cen Sui Lan dan Wakil Bupati Jarmin Sidik turut menambah kompleksitas persoalan. Ruang-ruang publik ramai membahas keretakan pasangan yang baru seumur jagung tersebut. Bahkan, sejumlah media telah mengangkat ketegangan itu dalam pemberitaan mereka.

Masalah baru juga muncul dari sektor transportasi. Layanan udara dari dan ke Natuna semakin terbatas setelah maskapai NAM Air menghentikan operasinya di rute Natuna–Batam dan Natuna–Jakarta mulai 10 Mei mendatang. Hal ini semakin mengisolasi wilayah kepulauan strategis tersebut dan menambah beban psikologis serta ekonomi masyarakat.

Kini, Natuna berada di persimpangan. Akankah terus terjebak dalam lingkaran kebingungan fiskal dan birokrasi? Ataukah mampu bangkit dengan keberanian menata ulang arah kebijakan tanpa mengorbankan pelayanan dasar?

Waktu akan menjawab. Namun satu hal yang pasti: ketidakjelasan bukanlah strategi. Dan pembangunan tidak akan menunggu mereka yang ragu untuk melangkah.

Editor : Papi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini