Natuna – Pengelolaan sumber air baku di Kabupaten Natuna kini semakin diperketat. PDAM Tirta Nusa Natuna menegaskan seluruh sumber air yang berasal dari kawasan hutan lindung, khususnya di Pulau Bunguran Besar, telah diatur melalui kerja sama resmi dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Lappan.
Langkah ini dilakukan untuk memastikan tata kelola air bersih berjalan sesuai aturan dan berkelanjutan.
Direktur PDAM Tirta Nusa Natuna, Zaharuddin, menegaskan bahwa semua sumber air dari kawasan hutan lindung sudah masuk dalam perjanjian kerja sama dengan PDAM. Oleh karena itu, tidak boleh lagi dilakukan kerja sama baru oleh pihak lain, termasuk desa.
“Jadi tidak mungkin lagi yang sudah dikerjasamakan itu kemudian dikerjasamakan lagi,” tegas Zaharuddin, Selasa (21/10/2025).
Ia menjelaskan, aturan tersebut sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Dalam Pasal 49, disebutkan bahwa kelompok masyarakat hanya dapat mengelola penyediaan air minum apabila berada di luar jangkauan pelayanan BUMN/BUMD atau UPT/UPTD.
“Kalau masih di dalam jangkauan pelayanan PDAM, maka tidak boleh ada aktivitas Pamsimas atau pengelolaan air bersih oleh masyarakat,” jelasnya.
Menurut Zaharuddin, sebagian wilayah di Bunguran Besar yang saat ini masih menggunakan sistem Pamsimas sebenarnya sudah termasuk dalam wilayah jangkauan pelayanan PDAM. Oleh sebab itu, ke depan PDAM akan mengambil alih pelayanan air bersih di wilayah tersebut agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Kami ingin seluruh wilayah yang masuk dalam jangkauan PDAM bisa segera dilayani. Ini juga demi meningkatkan cakupan pelayanan dan pertumbuhan jumlah pelanggan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Zaharuddin menyebutkan bahwa PDAM juga mendapat dorongan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk segera menindaklanjuti hal tersebut.
“Rekomendasi ini sudah bertahun-tahun diminta oleh BPKP agar seluruh fasilitas yang sudah dibangun di wilayah jangkauan PDAM segera dioperasikan secara resmi,” tambahnya.
Selain itu, Pasal 50 PP 122/2015 juga mengatur bahwa kelompok masyarakat yang memerlukan air dalam jumlah besar atau melakukan perubahan terhadap kondisi alami sumber air wajib memiliki izin resmi sesuai peraturan perundang-undangan.
Kebijakan ini, kata Zaharuddin, bukan untuk membatasi desa, tetapi agar pengelolaan air bersih di Natuna lebih tertata, adil, dan berkelanjutan.
“Tujuan kami sederhana, agar seluruh masyarakat Natuna mendapatkan pelayanan air bersih yang layak, aman, dan sesuai aturan,” tutupnya. (Bk/Dika)

















