Natuna – Di tengah teriknya matahari siang di Sedanau, suasana hangat tak hanya berasal dari cuaca, tetapi juga dari hati-hati yang dipenuhi kasih.
Di pelataran Masjid Azzikra, Minggu (01/06/2025) ba’da Dzuhur, sebanyak 40 anak yatim duduk rapi, sebagian tampak malu-malu, sebagian lain memancarkan senyum penuh harap.
Siang itu, BWS (Bang Wan Safri) selaku pendiri Yayasan Natuna Pulau Tujuh menggelar kegiatan santunan untuk anak-anak yatim dari tiga wilayah: Ranai, Seluan, dan Sedanau.
Bagi sebagian orang, ini mungkin sekadar acara sosial. Tapi bagi anak-anak yang datang tanpa didampingi ayah atau ibu, hari itu adalah momen langka momen di mana mereka merasa diingat, dipeluk oleh perhatian, dan disapa dengan penuh cinta.
Lebih dari Sekadar Memberi
Acara dimulai sederhana: shalat Dzuhur berjamaah, lalu makan siang bersama yang penuh tawa kecil dan percakapan ringan.

Bagi anak-anak, duduk bersama orang-orang dewasa yang peduli pada mereka adalah hadiah tersendiri. Tak lama kemudian, doa bersama dipanjatkan, lirih tapi penuh makna memohon keberkahan untuk hidup mereka yang masih panjang, dan untuk para dermawan yang hatinya terbuka.
Wan Safri Samsudin atau lebih di kenal dengan BWS (Bang Wan Safri) pendiri yayasan berdiri di hadapan mereka. Suaranya bergetar pelan saat berbicara. Bukan karena gugup, tapi karena ia tahu betul anak-anak ini butuh lebih dari sekadar uang atau perlengkapan sekolah.
“Anak-anak ini adalah amanah. Mereka bukan hanya milik keluarga, tapi milik kita bersama. Mereka butuh didampingi, diperhatikan, dan diyakinkan bahwa masa depan mereka tetap cerah,” ujarnya dalam sambutan.
Tak lama, tangan-tangan kecil menerima santunan berupa uang tunai dan perlengkapan sekolah, buku, pena, pensil, peraut. Barang-barang sederhana yang bagi sebagian orang mungkin biasa saja, tapi bagi anak-anak ini bisa menjadi langkah pertama menuju impian.
Ikatan yang Tak Terlihat, Tapi Terasa
Di samping Wan Safri, Kiki Firdaus, Ketua Yayasan Natuna Pulau Tujuh, menyampaikan bahwa kegiatan ini bukan hanya soal berbagi materi, tetapi juga menyambung rasa.
“Kami ingin ada ikatan batin yang tumbuh. Kami ingin anak-anak ini merasa bahwa ada yang memikirkan dan mendoakan mereka, meski mereka tak selalu melihatnya,” ucap Kiki dengan senyum lembut.

Hadir pula Imam Masjid Azzikra, Bhabinkamtibmas Kelurahan Sedanau, Raja Kamal, dan para pengurus yayasan lainnya. Tak ada protokoler mewah, tak ada jarak semua lebur dalam satu rasa yakni peduli.
Senyum Itu Bernama Harapan
Sebelum berpisah, anak-anak dan panitia berkumpul dalam satu frame foto. Di antara wajah-wajah polos itu, terselip senyum, bukan karena jumlah uang yang diterima, tapi karena mereka merasa dianggap ada.
“Semoga kegiatan ini terus berlanjut, bukan hanya oleh kami, tapi oleh siapa saja yang ingin melihat anak-anak kita tumbuh dalam cinta dan doa,” tutup Kiki.
Yayasan Natuna Pulau Tujuh memang hanya yayasan kecil tapi dari titik kecil itu menyebar getar kepedulian terhadap kemanusiaan yang besar. (Bk/Dika)