PASARWAJO – Lembaga Bantuan Hukum Himpunan Advokat Muda Indonesia (LBH HAMI) Provinsi Sulawesi Tenggara, Cabang Buton, resmi mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara dugaan penipuan dan penggelapan yang menjerat La Ngkaaba dan Yongki. Keduanya diketahui merupakan kerabat mantan Pj. Bupati Buton, La Haruna.
Perkara yang kini bergulir di Pengadilan Negeri Pasarwajo dengan nomor perkara 168/Pid.B/2025/PN.Psw itu mendakwa keduanya dengan Pasal 378 dan 372 KUHPidana. Namun, Tim Penasehat Hukum dari LBH HAMI menilai, dakwaan tersebut tidak tepat secara yuridis, sebab perbuatan yang disangkakan masuk dalam ranah hukum UU khusus tindak pidana korupsi (Tipikor), atau di luar jurisdiksi KUHPidana sebagaimana yang didakwakan JPU.
Ketua Tim Penasehat Hukum (PH), Adv. Hamadi, S.H., menjelaskan, berdasarkan berkas perkara dan fakta hukum yang terungkap, dugaan perbuatan La Ngkaaba dan Yongki berkaitan langsung dengan pemberian fee proyek Pemerintah Kabupaten Buton sebesar Rp55 juta dari saksi korban Aqib Ahmad Malik, selaku pemberi 15 persen proyek. Fee tersebut, kata Hamadi, disalurkan atas dugaan perintah dan arahan dari eks Pj. Bupati Buton, La Haruna, dengan menggunakan daftar proyek dari Plt. Kadis Pendidikan Kabupaten Buton, Nanang Lakaungge, serta diketahui oleh sejumlah saksi lain.
“Perkara ini jelas merupakan bentuk suap atau gratifikasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 12B, 12E, dan 12F UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Karena itu, berlaku asas Lex Specialis Derogat Legi Generali, di mana hukum khusus mengesampingkan hukum umum,” tegas Hamadi dalam rilisannya, Selasa (11/11/2025).
Hamadi menambahkan, penerapan asas Lex Specialis ini diatur dalam Pasal 63 ayat (2) dan Pasal 103 KUHP, yang menegaskan bahwa jika suatu perbuatan diatur baik dalam pidana umum maupun pidana khusus, maka yang digunakan adalah aturan khusus.
“Majelis hakim semestinya mempertimbangkan fakta hukum bahwa tindak pidana yang didakwakan berada di luar jurisdiksi KUHPidana dan termasuk dalam Undang-Undang Khusus Tipikor. Artinya, dakwaan JPU cacat formil dan materiil,” ujarnya.
Penasehat hukum para terdakwa dalam eksepsinya memohon kepada Majelis Hakim untuk:
1. Menerima eksepsi para terdakwa;
2. Menyatakan Pengadilan Negeri Pasarwajo tidak berwenang mengadili perkara a quo;
3. Menyatakan dakwaan JPU batal demi hukum atau tidak dapat diterima;
4. Membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan serta memulihkan nama baik mereka;
5. Membebankan biaya perkara kepada negara.
Selain itu, Tim Penasehat Hukum juga menyatakan bahwa klien mereka, La Ngkaaba dan Yongki, bersedia menjadi pelapor (whistle blower) maupun saksi (justice collaborator) dalam pengungkapan dugaan “Skandal Fee Proyek” senilai Rp2 miliar yang diduga melibatkan mantan Pj. Bupati Buton, La Haruna, dan pihak lainnya,” tutup Hamadi.
Laporan: Haris

















