Natuna – Di balik deretan pembangunan jalan, jembatan, hingga gedung pemerintahan di Natuna, muncul kabar miring yang membuat masyarakat resah. Diduga, hampir semua proyek konstruksi di daerah ini masih menggunakan material yang tidak resmi alias ilegal.
Pasir, tanah urug, maupun batu pecah yang menjadi bahan dasar pembangunan disebut tidak berasal dari perusahaan yang memiliki izin resmi tambang Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) istilah baru untuk galian C.
Padahal, aturan negara menegaskan bahwa setiap aktivitas pengambilan MBLB harus dilakukan oleh perusahaan berizin, bukan dari penambangan tradisional yang tidak tercatat.
Kepala Dinas Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Natuna, Ahmad Sopian, bahkan menyebut hanya ada satu perusahaan yang memiliki izin resmi.
“Saat ini baru PT Berkah Tambang Sejahtera Natuna yang memiliki izin. Terbit izinnya pada awal 2022 yang lalu,” ujarnya.
Namun sampai saat ini perusahaan tersebut belum ada menyuplai material berupa tanah urug.
Ironisnya, meski material tidak resmi, pemerintah daerah tetap melakukan pungutan pajak MBLB dari proyek-proyek yang berjalan. Dana ini masuk ke kas daerah sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kontradiksi inilah yang menimbulkan pertanyaan etis: bagaimana mungkin pajak bisa dipungut dari aktivitas yang secara hukum pertambangan tidak sah?
Sekretaris Daerah (Sekda) Natuna, Boy Wijanarko, menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak menoleransi praktik ilegal.
“Semua penyedia jasa konstruksi wajib mematuhi aturan. Asal material harus jelas, legal, dan punya dokumen resmi,” tegas Sekda di Ruang kerjanya pada Selasa (02/09/2025).
Boy juga mengingatkan, pembangunan tidak boleh mengorbankan lingkungan dan masa depan masyarakat.
“Lebih baik sedikit repot di awal, tapi proyek berjalan sesuai aturan, daripada menimbulkan masalah besar di kemudian hari,” ujarnya.
Masyarakat berharap ada solusi nyata. Pembangunan tetap berjalan, tetapi dengan material legal, harga yang terjangkau, serta pengawasan yang adil.
Pembangunan memang penting. Namun tanpa tata kelola yang baik dan regulasi yang ditaati, hasilnya bisa meninggalkan jejak pahit bagi masyarakat dan lingkungan. (Bk/Dika)

















