Marzuki Dengarkan Keluh Kesah Nelayan dan Petani Pulau Laut

0
32
Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau, Marzuki saat reses di Desa Tajung Pala

Natuna – Suasana Balai Desa Tanjung Pala, Kecamatan Pulau Laut, Senin (1/9/2025) siang itu terasa hangat meski wajah warga menyimpan kegelisahan. Mereka duduk melingkar, satu per satu menyampaikan suara hati yang selama ini terpendam.

Ekonomi yang semakin berat, akses transportasi yang terbatas, hingga harga ikan yang tak menentu menjadi cerita sehari-hari masyarakat di ujung perbatasan negara itu.

“Sudah empat bulan kami tidak bisa lagi ekspor ikan. Nelayan rugi, dapur makin susah berasap,” keluh seorang nelayan Tanjung Pala dengan suara parau, disambut anggukan warga lainnya.

Warga Tanjung Pala berharap pemerintah mempercepat penyelesaian Pelabuhan Tanjung Pala agar kapal perintis maupun Sabuk Nusantara bisa singgah. Bagi mereka, pelabuhan bukan sekadar bangunan beton, melainkan urat nadi yang bisa menghubungkan hasil tangkapan ke pasar luar.

Mereka juga meminta solusi alternatif: bagaimana ikan mati hasil tangkapan bisa dipasarkan ke Batam atau Tanjungpinang agar nelayan tak terus merugi.

Dari Desa Kadur, cerita yang datang tak jauh berbeda: harapan akan bantuan bibit kelapa untuk menghidupkan perkebunan dan dukungan sarana tangkap bagi nelayan kecil.

“Kadang kami sesama nelayan juga berselisih gara-gara zona tangkap. Ada yang melanggar, ada yang merasa dirugikan. Kalau tidak cepat ditangani, bisa makin meruncing,” ujar seorang tokoh masyarakat setempat.

Mendengar satu per satu keluh kesah itu, Marzuki, anggota DPRD Kepri sekaligus Sekretaris HNSI Kepri, tampak serius mencatat. Ia mengaku bukan kali pertama memperjuangkan persoalan ekspor ikan ke pusat.

“Saya sudah dua kali ke Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pemprov juga sudah turun tangan, bahkan Gubernur mengirim surat resmi. Kita terus dorong supaya jalur ekspor bisa segera dibuka kembali,” jelas Marzuki.

Ia juga menegaskan akan mencari peluang pemasaran ikan mati ke Batam, Tanjungpinang, bahkan Bintan, agar jerih payah nelayan tidak berakhir sia-sia.

Bagi Marzuki, Pulau Laut bukan sekadar titik terluar di peta Indonesia. Di sana ada keluarga yang harus makan, anak-anak yang butuh sekolah, dan nelayan yang menggantungkan hidup dari laut.

“Pulau Laut ini garis depan NKRI. Tapi jangan hanya dijadikan benteng perbatasan. Warganya juga harus merasakan kesejahteraan,” tegasnya.

Dengan mata yang berkaca-kaca, seorang ibu rumah tangga di Tanjung Pala menyelipkan harapannya.

“Kami tidak minta banyak, Pak. Hanya ingin bisa hidup layak, anak-anak bisa sekolah, suami melaut tidak pulang dengan tangan kosong,” tuturnya.

Reses kali ini bukan sekadar formalitas, melainkan perjumpaan yang menghadirkan suara-suara tulus dari perbatasan. Suara yang ingin sekali didengar, dan lebih dari itu, ingin benar-benar diperjuangkan. (Bk/Dika)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini