
Tanjungpinang – Upaya peningkatan kualitas layanan kesehatan kembali dilakukan RSUD Raja Ahmad Tabib (RAT) dengan menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Penanganan Pelayanan Gawat Darurat dan Permasalahan Implementasi Sistem BPJS” di ruang pertemuan utama RSUD RAT, Kamis (25/9/2025).
Kegiatan ini menghadirkan Dinas Kesehatan Provinsi, Kota, dan Kabupaten, RSJKO Engku Haji Daud Tanjunguban, RSUD Kota Tanjungpinang, RSUD Bintan, seluruh Puskesmas di Tanjungpinang dan Bintan, serta BPJS Kesehatan.
Direktur RSUD RAT, Bambang Utoyo, menegaskan pentingnya forum ini sebagai wadah menyamakan persepsi dan mencari solusi bersama.
“Rumah sakit memiliki tanggung jawab besar memberikan layanan gawat darurat yang cepat, tepat, dan berkualitas. Namun, kita juga harus jujur bahwa ada tantangan regulasi, administrasi, dan teknis di lapangan, terutama terkait implementasi sistem BPJS,” ujarnya.
FGD menghadirkan tiga narasumber utama: Wakil Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan RSUD RAT yang memaparkan kondisi IGD dan tantangan false emergency, perwakilan BPJS Kesehatan yang menjelaskan mekanisme klaim layanan IGD, serta Kepala Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang yang menyoroti kebijakan regulasi emergensi.
Diskusi berlangsung dinamis. Salah satu isu menonjol adalah persoalan false emergency, yaitu tingginya pasien non-gawat darurat yang datang ke IGD.
Kondisi ini tidak hanya menambah beban layanan, tetapi juga berpotensi memperlambat penanganan pasien emergensi dan membuat pembiayaan kesehatan menjadi inefisien.
Berbagai masukan muncul, di antaranya perlunya edukasi masyarakat tentang definisi gawat darurat, pelibatan keluarga pasien dalam memahami kondisi emergensi, hingga peran BPJS sebagai mediator dalam komplain pelayanan.
Peserta juga menekankan sinergi antara rumah sakit dan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), penguatan sistem triase, peningkatan *response time*, serta penempatan petugas khusus penerima panggilan darurat.
Suara masyarakat juga ikut tersampaikan, mulai dari keluhan prosedur yang dianggap berbelit, hingga pengalaman pasien yang merasa mendapat pelayanan “dipandang bulu”.
Sebagai tindak lanjut, forum menyepakati sejumlah rekomendasi:
* Edukasi masyarakat terkait definisi gawat darurat,
* Penguatan layanan primer dan klinik 24 jam,
* Integrasi sistem triase dan komunikasi dengan BPJS,
* Penyusunan kebijakan lokal oleh Dinas Kesehatan.
Direktur RSUD RAT menutup kegiatan dengan penuh harapan.
“Kami ingin setiap pasien, khususnya yang datang dalam kondisi gawat darurat, mendapat layanan tanpa hambatan. Edukasi, sinergi, dan perbaikan sistem adalah kunci. Bersama-sama, kita bisa menghadirkan layanan kesehatan yang lebih manusiawi, efektif, dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat,”* tegas Bambang.
Editor : Papi
















