Natuna – Angin sore berembus lembut di tepi laut Ranai. Duduk bersila di atas tikar, secangkir kopi hitam menemaninya. Tatapannya jauh menembus ombak, seolah menjemput kenangan masa kecil di Pulau Seluan. Dialah Bang Wan Safri, atau yang kini dikenal banyak orang dengan inisial BWS.
Nama lengkapnya Wan Safri Syamsudin. Hari ini ia dikenal sebagai pengusaha sukses, trader, dan investor. Namun di balik kesuksesan itu, tersimpan cerita getir penuh perjuangan.
“Program Balik Kampung, Bantu Kampung ini bukan pencitraan,” katanya membuka percakapan.
“Ini janji hidup saya untuk Natuna. Kalau bukan kita yang bantu kampung kita, siapa lagi?,” Imbuhnya.
Masa Kecil Bersama Laut
Saat usianya baru tiga tahun, kedua orang tuanya bercerai karena himpitan ekonomi. Ia dititipkan kepada kakeknya, Aki Tokesn, di Pulau Seluan.
“Saya masih ingat waktu mak mau merantau. Saya tarik baju beliau biar tak pergi. Setiap kapal datang ke pelabuhan, saya lari berharap mak pulang. Tapi yang datang hanya ombak dan angin,” ucapnya, matanya berkaca-kaca.
Sejak usia enam tahun, BWS sudah melaut. Tiga malam di laut menjadi biasa. Jika ada ikan, ia bantu menjual keliling kampung. Jika tak ada, mereka hanya makan ubi cincang dicampur sedikit nasi.

“Kadang cuma ubi saja, itu pun disyukuri,” ucapnya lirih.
Merantau dan Hidup Mandiri
Saat kelas lima SD, ibunya menjemput dan membawanya ke Batam. Ia melanjutkan sekolah di MTs Sedanau setahun, lalu ke Pesantren Darul Falah, hingga lulus SMA Hang Tuah Bengkong Polisi. Namun hidup tak serta merta membaik.
“Saya pernah tinggal di masjid, kerja di minimarket sekolah siang hari, malamnya ngojek bareng teman saya, Arjuhan. Semua demi bisa sekolah,” Ungkapnya.
Setelah lulus SMA, BWS bekerja apa saja. Ia membuka warnet, jasa tiket pesawat, bahkan pernah jadi tukang las kapal di Tanjung Uncang.
Titik Balik Hidup
Perubahan besar terjadi saat ia bekerja di perusahaan broker valuta asing asal Rusia. Ia memulai sebagai marketing, hingga menjadi trader dan investor sukses.
“Itu titik balik hidup saya. Rezeki melimpah, keluarga cukup. Tapi saya tak lupa asal usul saya,” turutnya.
Mengabdi Tanpa Pamrih
Kini BWS meniatkan hidupnya untuk Natuna. Ia rutin membagikan sembako, merenovasi rumah warga, memberikan uang tunai, dan membuka lapangan kerja.
“Semua dokumentasi saya bukan untuk pamer, tapi motivasi. Biar yang lain tergerak melakukan kebaikan,” Ajaknya.
Ia sedang membangun Yayasan Natuna Pulau Tujuh, membuka apotek di Sedanau, dan memperjuangkan agar program makanan bergizi Presiden Prabowo hadir di Sedanau dan sekitarnya.
“Program itu bagus. Selain makan gratis, juga menyerap tenaga kerja lokal,” Jelasnya.
Gerakan Pemuda Natuna
BWS juga mendirikan Gerakan Pemuda Natuna (GPN), organisasi yang menjadi wadah persaudaraan, gotong royong, hingga pengawas jalannya program pemerintah.
Bulan Agustus nanti, ia akan menggelar turnamen bola voli di Pantai Piwang Ranai dengan total hadiah Rp 67,5 juta.
“Saya ingin masyarakat punya ruang berekspresi dan bangga dengan daerahnya,” Pungkasnya.
Janji untuk Nelayan
Sebelum mengakhiri obrolan, BWS menegaskan satu komitmen hidupnya:
“Kalau ada rezeki lebih, saya ingin bantu nelayan perlengkapan tangkap ikan, budidaya laut seperti ikan dan terumbu karang, perbaikan jalan-jalan rusak, dan banyak lagi,” Imbuhnya.
Ia menutup dengan pesan untuk semua pejabat dan pengusaha yang sudah hidup berkecukupan.
“Saya lahir bukan dari keluarga kaya, tapi saya percaya kalau hidup sudah cukup, yang terbaik bukan menumpuk, tapi memberi. Pulanglah ke kampung halaman, lihat mereka yang masih berjuang. Kalau bukan kita, siapa lagi?,” ajaknya.
Pantun Penutup
Patah galah di ujung tanjung,
Patah satu tumbuh kembali.
BWS pulang membangun kampung,
Dengan niat tulus dari hati.
Buah delima jatuh ke riba,
Dibelah empat dibagi-bagi.
Kalau hidup telah sejahtera,
Jangan lupa bantu negeri sendiri. (Bk/Red)