
Tanjungpinang — Cahaya lampion berwarna-warni menghiasi langit Jalan Merdeka, Sabtu (4/10/2025) malam. Ribuan warga dari berbagai kalangan tumpah ruah di sepanjang jalan utama kota itu, larut dalam keceriaan Festival Moon Cake 2025.
Suara tawa, dentuman drum barongsai, dan aroma kue bulan yang manis berpadu menciptakan suasana malam yang begitu hangat dan penuh makna.
Acara budaya tahunan ini menjadi magnet bagi masyarakat Tanjungpinang. Tak hanya warga keturunan Tionghoa, tetapi juga masyarakat dari berbagai suku dan agama datang bersama keluarga untuk menikmati pesta rakyat yang menggambarkan harmoni di Bumi Segantang Lada.
Hadir dalam kemeriahan tersebut Gubernur Kepulauan Riau H. Ansar Ahmad, S.E., M.M., didampingi Wakil Gubernur Kepri Nyanyang Haris Pratamura, serta Ketua TP-PKK Kepri Dewi Kumalasari Ansar.
Tampak pula Wali Kota Tanjungpinang Lis Darmansyah, anggota DPRD Kepri Bobby Jayanto, Kadispar Kepri Hasan, pimpinan FKPD, jajaran OPD, dan tokoh-tokoh masyarakat Tionghoa.
Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Tanjungpinang dan Bintan, Djony Janto, mengaku terharu melihat semangat masyarakat yang hadir.
“Festival ini bukan hanya milik etnis Tionghoa, tapi milik kita semua. Tanjungpinang adalah rumah bersama yang penuh harmoni,” ujarnya disambut tepuk tangan pengunjung.
Sementara itu, Gubernur Ansar Ahmad dalam sambutannya menekankan pentingnya menjaga persatuan di tengah keberagaman yang menjadi kekuatan utama Provinsi Kepulauan Riau.
“Saya bahagia melihat masyarakat kita, dari berbagai suku dan agama, bisa bergabung bersama merayakan Festival Moon Cake ini. Inilah bukti nyata semangat kebersamaan di Kepri yang harus terus kita rawat,” tutur Ansar.
Ia menegaskan, Kepri adalah provinsi majemuk dengan beragam latar budaya dan keyakinan, namun masyarakatnya selalu mampu menjaga keharmonisan dan saling menghormati.
“Kita bersyukur, Kepri tetap damai dan bersatu. Jangan sampai perbedaan menjadi alasan untuk berpecah. Justru di sinilah kekuatan kita,” tegasnya.
Sejak pagi hari, suasana meriah sudah terasa lewat Bazaar UMKM yang menampilkan aneka produk lokal, makanan tradisional, hingga kerajinan tangan.
Sore harinya, langit Tanjungpinang semakin indah dengan parade Festival Lampion yang mencuri perhatian pengunjung, terutama anak-anak yang tak sabar mengangkat lampion berbentuk naga dan kelinci — simbol keberuntungan dan kebahagiaan.
Puncak acara pada malam hari berlangsung megah. Panggung utama menampilkan tarian tradisional Tionghoa, nyanyian lagu klasik Mandarin, serta atraksi drum dan barongsai yang mengundang decak kagum penonton.
Setiap hentakan drum seolah menjadi irama kebersamaan, menegaskan bahwa budaya adalah jembatan yang menyatukan, bukan memisahkan.
Di penghujung malam, langit Tanjungpinang tampak bersinar lebih terang bukan hanya oleh lampion dan lampu panggung, tapi oleh semangat toleransi dan cinta budaya yang menyala dari hati setiap warga.
Editor : Papi