Lingga – Menjaga Warisan Jiwa Silat Melayu dan Perguruan Lam Jalalah di Bumi Bunda Tanah Melayu”Takkan Melayu Hilang di Bumi.” Pepatah ini bukan sekadar kalimat usang, melainkan sebuah janji yang terus dihidupkan oleh para penjaga warisan.
Di tengah gempuran modernisasi, budaya Melayu tetaplah denyut nadi sebuah peradaban bukan hanya sekadar pakaian adat atau syair lama, tetapi jati diri yang hidup dalam tutur, sikap, dan nilai-nilai kemanusiaan.
“Budaya Melayu adalah warisan jiwa,” sebuah ungkapan yang menyentuh hati, mengingatkan kita bahwa tugas kita bukan hanya menjaga, tetapi juga menghidupkannya bagi generasi muda.
Salah satu pilar penting yang membuktikan pepatah itu adalah silat. Diperkirakan telah menyebar di Nusantara sejak abad ke-7 Masehi,
Silat telah menjadi identitas budaya yang kuat, terutama di daerah pesisir seperti Sumatera, Semenanjung Malaka, dan Kepulauan Riau. Silat bukan hanya bela diri; ia adalah manifestasi dari adab, filosofi, dan spiritualitas Melayu yang diwariskan secara turun-temurun.
Perguruan Silat Seni Warisan Lam Jalalah: Sang Penjaga Tradisi
Di Kabupaten Lingga, sebuah perguruan silat berdiri tegak sebagai benteng pelestarian budaya: Perguruan Silat Seni Warisan Lam Jalalah.
Perguruan ini berkomitmen penuh untuk melestarikan silat tradisional yang kaya akan adab dan filosofi. Mereka tidak hanya mengajarkan teknik dasar, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dan keagamaan yang menjadi pondasi kebudayaan Melayu.
Perguruan ini menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini, memastikan bahwa warisan leluhur tidak pupus ditelan zaman. Program pembinaan yang mereka jalankan sangat komprehensif, mencakup:
* Pelestarian Silat Tradisional: Mengajarkan jurus dan langkah-langkah silat yang penuh makna, diwariskan dari generasi ke generasi.
Pembinaan Karakter: Selain latihan fisik, para murid juga diajarkan sopan santun, adab, dan nilai-nilai keagamaan. Hal ini sejalan dengan filosofi Melayu yang mengedepankan budi pekerti luhur.
* Pengenalan Budaya: Mereka juga memperkenalkan alat musik pengiring silat tradisional, menunjukkan bahwa silat adalah bagian tak terpisahkan dari seni pertunjukan Melayu.
Salah satu wujud nyata dari upaya ini adalah pertunjukan Silat Sambut dan Silat Pengantin. Gerakan yang ditampilkan bukan sekadar rangkaian jurus, tetapi mengandung makna yang sangat mendalam.
Dengan menerapkan pola langkah yang membentuk huruf hijaiyah dan motif bunga cengkih, silat ini menjadi simbol penghormatan dan kesopanan adat Melayu kepada tamu agung atau “raja sehari” dalam acara pernikahan.
Namun, Lam Jalalah tidak hanya fokus pada silat seremonial. Mereka juga gigih mempertahankan silat bela diri tradisional yang merupakan bagian dari adat istiadat Lingga.
Ini memastikan bahwa ilmu bela diri yang otentik dan memiliki nilai historis tetap hidup dan bisa diwariskan.
Pada akhirnya, keberadaan Perguruan Silat Seni Warisan Lam Jalalah membuktikan bahwa janji “Takkan Melayu Hilang di Bumi” bukanlah sekadar pepatah kosong. Melalui tangan-tangan para pemimpin dan generasi muda yang bersemangat, warisan jiwa ini terus hidup, tumbuh, dan bersemi, memastikan akar budaya Melayu tetap kuat dan tak lekang oleh waktu.(Bk/Iwan)

















