Pelatihan kilat tiga hari berhasil melahirkan penampilan memukau tiga tradisi yang nyaris hilang
Natuna – Tiga hari yang singkat, namun meninggalkan jejak mendalam. Di aula Museum Natuna, suara tawa, lantunan musik, dan hentakan kaki para peserta memenuhi ruangan.
Mereka bukan sekadar berlatih, tetapi menghidupkan kembali tiga warisan budaya Natuna yang nyaris lenyap: Lang-lang Buana, Tari Tupeng, dan Teater Mendu.
Inilah hasil nyata dari Lokakarya Pelestarian Budaya yang digagas Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IV Kepulauan Riau, sebagai langkah awal menuju perhelatan Kenduri Budaya Pulau Tiga.
Perpanjangan Tangan Kementerian
Sebagai perpanjangan tangan Kementerian Kebudayaan, BPK Wilayah IV memiliki mandat menjaga dan melestarikan cagar budaya serta objek pemajuan kebudayaan di wilayah Riau dan Kepulauan Riau.
Tahun ini, Natuna menjadi fokus perhatian, bukan hanya sebagai lokasi kegiatan, tetapi juga sebagai ladang subur untuk menumbuhkan kembali kecintaan generasi muda terhadap warisan leluhur.
Langkahnya terencana: tiga hari lokakarya di Museum Natuna, melibatkan siswa SLTA/sederajat dan mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI). Tujuannya jelas membekali mereka dengan keterampilan seni tradisi sekaligus menanamkan rasa memiliki.
Latihan Kilat, Hasil Memikat
Di bawah bimbingan maestro budaya, para peserta berlatih intensif. Setiap gerakan, dialog, dan irama diperhatikan dengan detail. Meski hanya tiga hari, hasilnya membuat banyak orang terkejut.
Saat malam puncak Kenduri Budaya di Pulau Tiga, para peserta tampil percaya diri di atas panggung. Gerak Tari Tupeng yang anggun, lakon Mendu yang penuh warna, dan syair Lang-lang Buana yang merdu, semua mengalir seolah telah mereka tekuni bertahun-tahun.
“Kami sangat kagum. Mereka benar-benar belajar dengan baik, dan ini memberi harapan besar bagi keberlanjutan kebudayaan di Natuna,” ujar Kepala BPK Wilayah IV Kepri yang diwakili Ardiansyah, Staf Perencanaan BPK saat menutup Kegiatan Kenduri Budaya Pualu Tiga (15/08/2025) malam di Lapangan Sepak Bola Pualu Tiga.
Apresiasi dan Harapa
Ardiansyah tak lupa memberikan apresiasi kepada seluruh peserta lokakarya, maestro budaya, serta pihak-pihak yang terlibat dalam kesuksesan Kenduri Budaya Pulau Tiga. Baginya, tiga hari terasa begitu singkat.
“Banyak sekali nilai positif yang kita dapatkan dari kegiatan ini. Saya berharap kita semua terus menjaga dan menjadi bagian dari kebudayaan tersebut,” ucapnya di hadapan penonton malam itu.
Kenduri Budaya, Pesta Rakyat yang Bermakna
Bagi warga Pulau Tiga, Kenduri Budaya bukan hanya hiburan. Ia adalah ajang mempererat persaudaraan, memamerkan potensi lokal, dan memberi ruang bagi pelaku UMKM menjajakan makanan khas daerah.
Kepala Desa Pulau Tiga, Rozain, merasa bangga desanya menjadi tuan rumah.
“Harapan kami, generasi muda mau belajar dan melestarikan budaya agar tetap terjaga,” katanya.
Warisan yang Kembali Bernyawa
Malam puncak Kenduri Budaya 2025 menjadi bukti bahwa pelestarian budaya bukanlah mimpi sulit diwujudkan. Di bawah cahaya lampu panggung, dengan iringan Kompang Hardamadayu, tiga budaya Natuna yang hampir punah kembali bernyawa.
Dan dari tangan-tangan muda itulah, harapan akan masa depan budaya Natuna kini menyala terang siap melangkah melewati zaman. (Bk/Dika)