Natuna – Harapan masyarakat Natuna terhadap sosok Bupati Cen Sui Lan yang dahulu dielu-elukan karena latar belakangnya sebagai mantan anggota DPR RI kini mulai runtuh.
Janji-janji manis tentang koneksi kuat ke pemerintah pusat, yang diyakini akan membuka keran pembangunan dan menyelamatkan ekonomi daerah, hingga kini tidak juga terbukti. Justru yang terjadi adalah sebaliknya ekonomi Natuna terus merosot, sektor perikanan lumpuh, proyek pembangunan minim, dan rakyat semakin tercekik.
Minimnya proyek baru, tertundanya pembayaran untuk pekerjaan lama, serta mandeknya ekspor ikan hidup membuat lapangan kerja kian langka. Jeritan warga pun menggema di tengah ketidakpastian dan kekecewaan terhadap pemimpin daerah.
Ekspor ikan hidup sumber utama penghidupan ribuan nelayan dan pengepul di Natuna resmi terhenti sejak awal 2025. Tak ada kejelasan, apalagi kebijakan penyelamat dari pemerintah daerah.
Bupati Cen Sui Lan, yang semula dielu-elukan akan membawa perubahan berkat latar belakangnya di DPR RI, kini mulai kehilangan kepercayaan publik.
“Dulu kami masih bisa hidup dari jual ikan hidup ke luar negeri. Sekarang tidak ada lagi. Semua berhenti. Tapi pemerintah diam saja, seolah tidak peduli,” kata Gunawan seorang nelayan lokal, Jumat (18/7/2025).
Ironi pun tampak nyata. Masyarakat yang sebelumnya menaruh harapan tinggi kini merasa dikhianati. Janji-janji pembangunan dan koneksi pusat yang dijanjikan sang bupati seakan hanya retorika kampanye. Sementara kehidupan sehari-hari warga justru semakin sulit.
Kontraktor Menjerit, UMKM Merugi
Bukan hanya nelayan. Para kontraktor lokal kini menghadapi jalan buntu. Pekerjaan yang sudah rampung belum juga dibayar oleh pemerintah daerah. Sebagian proyek bahkan sudah dilaporkan ke BPK dengan dugaan kerugian negara, padahal pihak pelaksana belum menerima bayaran.
“Lucu sekali. Negara dibilang rugi, padahal kami belum menerima uangnya. Ini logika yang aneh dan menyakitkan,” ujar Ade Wahyudi, kontraktor lokal, Kamis (17/7/2025).
Di sisi lain, pelaku UMKM juga mengeluhkan penurunan omzet yang signifikan. Daya beli masyarakat menurun drastis. Beberapa warung dan usaha kecil bahkan terpaksa gulung tikar. Situasi ini memperparah ketimpangan sosial dan menambah jumlah pengangguran di kalangan pekerja kasar.
DPRD Bungkam, Rakyat Terluka
Publik juga mulai mempertanyakan peran DPRD Natuna. Di tengah kesulitan yang meluas, lembaga legislatif justru dinilai pasif dan tidak menjalankan fungsi kontrol secara tegas.
“Mereka hanya jadi pelengkap, bukan pengawas. Tidak ada suara lantang yang membela rakyat,” keluh salah seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Kondisi ini menciptakan krisis kepercayaan yang makin dalam. Rakyat tidak lagi menuntut nama besar atau janji manis. Mereka ingin pemimpin yang hadir, mendengar, dan bertindak cepat.
Jika ketidakpastian ini dibiarkan, bukan tak mungkin Natuna akan menghadapi krisis sosial yang lebih serius. Dan jika pemerintah daerah terus abai, maka luka ekonomi yang kini dirasakan warga bisa berubah menjadi ketidakstabilan yang sulit dibendung.
Tak hanya soal kebijakan yang mandek, sikap acuh Bupati Cen Sui Lan terhadap media massa juga memperburuk citra kepemimpinannya.
Minimnya komunikasi terbuka kepada publik menambah panjang daftar keluhan warga. Alih-alih menjelaskan situasi atau menjawab keresahan rakyat, Bupati kerap enggan merespons pertanyaan wartawan yang mewakili suara masyarakat.
Padahal di tengah krisis seperti sekarang, kehadiran pemimpin bukan hanya soal kebijakan teknis, tapi juga soal empati, keterbukaan, dan keberanian untuk berdiri menjelaskan keadaan. Ketika komunikasi publik macet, kepercayaan publik pun ikut runtuh.
Macetnya pembayaran TPP pegawai Natuna hingga tiga bulan juga menanbah komplek masalah yang dihadapi oleh pemerintah kabupaten Natuna dibawah pimpinan Bupati Cen Sui Lan dan Jarmin.
Padahal, TPP adalah satu-satunya harapan sebagian besar ASN yang gajinya sudah lebih dulu dipotong untuk cicilan bank. Pemkab Natuna belum memberikan kejelasan kapan hak tersebut akan dicairkan. Rasa frustrasi bukan lagi milik satu-dua pegawai, tapi merata di seluruh lini birokrasi.
Catatan: Tulisan ini menggambarkan situasi lapangan dan keluhan warga yang telah diverifikasi, namun tetap terbuka untuk tanggapan atau klarifikasi resmi dari pihak pemerintah daerah.