Menjaga Napas Kesenian Natuna di Tengah Arus Zaman

0
24
Para peserta loka karya pelestarian budaya kabupaten Natuna tengah berlajar Tari Tupeng (Topeng)

Natuna – Di sebuah ruang sederhana di Museum Sri Serindit, langkah-langkah kaki terdengar beriringan. Gerakan tangan yang anggun berpadu dengan denting irama musik tradisional. Wajah-wajah muda tampak berusaha menirukan setiap gerakan yang diajarkan, meski sesekali gerak mereka masih kaku. Di sinilah, di tengah lokakarya budaya, secercah harapan untuk kesenian Natuna kembali bersemi.

Kabupaten Natuna memiliki warisan seni yang kaya, Lang-Lang Buana, Tari Topeng (Tupeng), Mendu, dan berbagai kesenian lainnya. Dua di antaranya, Mendu dan Lang-Lang Buana, bahkan telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak benda Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu, popularitasnya perlahan memudar. Generasi muda semakin jarang mengenalnya, apalagi memainkannya.

“Konsistensi Tari Topeng mulai pudar, lekang dimakan waktu. Tapi kami tetap berupaya agar kesenian ini bisa diwariskan kepada anak cucu,” ungkap Darmawan, pelatih Tari Topeng Natuna, Selasa (12/8/2025).

Darmawan mengaku prihatin melihat semakin sedikit anak muda yang tertarik mempelajari kesenian daerah. Minimnya pembinaan dari pemerintah daerah menjadi salah satu penyebabnya.

“Kami berharap pemerintah bisa memperhatikan dan memberikan pembinaan supaya kesenian Natuna tidak punah,” tegasnya.

Meski begitu, Darmawan tetap optimistis. Kehadiran Kenduri Budaya yang digelar Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IV memberinya semangat baru. Kegiatan ini menjadi ajang penting untuk membangkitkan kembali minat para pelaku seni dan generasi muda di Natuna.

“Kami ucapkan terima kasih kepada BPK yang telah menyelenggarakan kegiatan ini. Hal-hal seperti inilah yang kami harapkan demi keberlangsungan kesenian tradisional,” ujarnya.

Lokakarya yang berlangsung selama tiga hari itu fokus pada tiga kesenian khas Natuna: Lang-Lang Buana, Tari Topeng, dan Mendu. Sebanyak 150 peserta hadir, mulai dari pelajar SMA hingga mahasiswa STAI Natuna.

Salah satunya adalah Saskia, siswi kelas 12 SMAN 1 Bunguran Timur. Meski awalnya sempat merasa canggung, ia dengan antusias mengikuti workshop Tari Topeng.

“Kendalanya nggak ada, cuma karena sudah lama nggak latihan nari jadi agak kaku. Perlu pembiasaan lagi supaya badan lebih lentur. Insya Allah nanti saya ikut tampil di acara Kenduri Budaya di Pulau Tiga,” ucap Saskia sambil tersenyum.

Saskia sadar bahwa minat anak muda terhadap kesenian daerah memang menurun. Namun ia percaya, dengan adanya pembinaan rutin, regenerasi pelaku seni bisa terjadi.

“Kalau saya lihat, minat anak muda sekarang memang kurang terhadap kesenian daerah. Makanya ini perlu dibangkitkan lagi supaya ada regenerasi,” tambahnya.

Harapan-harapan itu kini menggantung di udara Natuna. Melalui kegiatan seperti lokakarya dan Kenduri Budaya, para pelaku seni, pelajar, dan pemerintah diharapkan dapat bergandengan tangan menjaga agar kesenian khas Natuna tidak hanya bertahan di tengah arus modernisasi, tetapi juga berkembang, menemukan bentuk baru tanpa kehilangan jati diri.

Karena, sebagaimana pepatah mengatakan, warisan budaya bukan hanya milik masa depan ia adalah identitas yang harus hidup di masa depan. (Bk/Dika)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini