
Bursakota.co.id, Natuna – Wakil Bupati Natuna Rodhial Huda menyampaikan, untuk menjaga laut Natuna yang luas, maka dibutuhkan kapal-kapal dan nelayan yang aktif berada dilaut, sepanjang waktu.
Keberadaan nelayan setiap waktu dilaut, akan menjadi pagar dan penjaga kedaulatan negara. Natuna yang terdiri dari 99 persen laut, sangat rentan terhadap pencurian ikan dan eksploitasi sumber kekayaan laut lainnya oleh negara tetangga.
Negera tetangga seperti Vietnam, kata Rodhial mempasilitasi nelayan mereka dengan kapal-kapal besar, bahkan para nelayan dari negara tersebut digaji oleh pemerintah.
“Nelayan luar seperti Vietnam mereka diberi gaji, agar terus berada dilaut sehingga mereka tidak terlalu terpengaruh dengan hasil tangkapan, pemerintah Indonesia perlu juga mengikuti hal tersebut, agar laut kita tidak kosong,”ujar Wabup ketika memberikan sambutan dalam kegiatan sarasehan edukasi para nelayan, tokoh masyarakat dan pemuda dalam rangka menjaga dan memperkuat kedaulatan di laut Natuna Utara, digelar di Hotel Central Ranai, Jumat (26/11).
Lanjut Rodhial, sebagai masyarakat yang tinggal di perbatasan, dan dihimpit oleh sejumlah negara, tentu akan banyak persoalan terutama bagi para nelayan Natuna yang selalu bersingunggan dengan nelayan asing saat menangkap ikan.
“Bagi orang laut, pemilik laut adalah pemilik kapal, Indonesia sebagai daerah kepulauan, harus memenuhi lautnya dengan kapal-kapal, nelayan harus membanjiri laut demi kedaulatan dan hak berdaulat,”papar Rodhial.
Selain itu, lanjut Rodhial dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat dilaut dan perbatasan, maka diperlukan pelatihan dan sosialisasi kepada nelayan tentang hukum laut serta batas-batas wilayah dilaut.
“Kami pemerintah daerah berterima kasih kepada Intelkam Mabes Polri atas diselenggarakan kegiatan sarasehan kepada nelayan dalam rangka memberi edukasi untuk menjaga dan memperkuat kedaulatan di laut Natuna Utara,”ujarnya.
Sementara itu, Dosen Pakultas Hukum Internasional Universitas Indonesia, Prof. DR. Hikmahanto Juana dalam memberikan materi menjelaskan, di laut NKRI memiliki dua kawasan yakni wilayah kedaulatan dan hak berdaulat. Wilayah kedaulatan dikenal dengan laut teritorial, sedangkan wilayah hak berdaulat dikenal dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).
“Ini yang perlu diketahui terlebih dahulu oleh nelayan. Wilayah teritori kita hanya sejauh 12 mil dari bibir pantai, sementara ZEEI sejauh 200 mil. Batasan ini diatur pada ketentuan UNCLOS 1982 dan berdasarkan landas kontinental,” terangnya.
Hikmahanto melanjutkan, Negara memiliki kekuasan penuh atas wilayah teritori. Di wilyah ini negara boleh membuat dan menerapkan peraturan di sana dan kapal-kapal asing tidak boleh melintas maupun beraktifitas di sana kecuali atas izin dari negara.
Sedangan di ZEEI negara hanya berwenang memanfaatkan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya melalui proses eksplorasi dan eksploitasi. Wilayah ini dikenal dengan laut lepas dan jalur pelayaran damai, siapa saja boleh berlayar di sana. Tapi apabila ada pihak asing yang mau mengambil sumberdaya alam dari ZEEI, mereka harus memiliki izin dari negara.
“Jadi siapa saja boleh melintas dengan damai di ZEEI dan tidak boleh ada senjata yang meletus di sana,” imbuhnya.
Namun menurut Hikmahanto, negara memiliki sejumlah persoalan di wilayah Laut Natuna Utara. Persoalan itu diantarnya berupa overlapping claims dengan negara tetangga, ancaman tindak pidana illegal fishing, Nine Dash Line Cina dan beberapa persoalan lainnya.
Mengahadapi persoalan-persoalan ini, negara tidak cukup hanya menjalankan pendekatan militer. Tapi juga harus mengedepankan diplomasi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat yang dapat ditempuh dengan cara meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengeksploitasi sumberdaya kelautan.
“Maka menurut saya nelayan Natuna memilki karakter yang berbeda dengan nelayan di daerah lain. Karena di samping bertujuan mencari nafkah di laut, nelayan Natuna juga berperan sebagai penjaga keamanan wilayah perbatasan demi tegaknya kedaulatan dan hak berdaulat di Laut. Ini unik,” sebutnya.
Pada kesemapatan itu Hikmahanto menwarkan empat solusi kepada pemerintah Indonesia untuk mengatasi persoalan di Laut Natuna Utara. Solusi itu meliputi, subsidi nelayan dan mengizinkan kapal besar menangkap ikan di Perairan Natuna, Bakamla harus menjaga nelayan, Bakamla harus terus melakukan pengawasan dan Patroli di ZEEI dan pemerintah harus tetap pada kebijakan tidak mengakui Nine Dash Line Cina.
“Ini menurut saya berat bagi pemerintah. Tapi kita bersyukur, pemerintah telah mulai menyiapkan infrastruktur secara bertahap di Natuna. Mudah-mudahan ini dapat ditingkatkan di masa depan,” tutupnya.
Hadir pada acara itu Wakil Bupati Natuna, Rodial Huda, Wakil Ketua I DPRD Natuna, Jarmin Sidik dan Kapolres Natuna serta tamu undangan lainnya. Sarasehan ini diikuti oleh puluhan peserta yang berasal dari kalangan nelayan, tokoh masyarakat dan pemuda Natuna. (don)