Peran dan Upaya Orang Tua Dalam Menanamkan Nilai-nilai Keislaman Terhadap Anak

0
1055

Oleh : Mohammed Alghiffar Alwalid, S. Ag (Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Agama Islam UMM Malang)

Nilai keislaman merupakan hasil pengembangan ajaran islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits. Nilai-nilai tersebut sangat banyak namun dapat dipetakan menjadi beberapa aspek, diantaranya; iman, islam, ibadah, dan akhlak. Tujuan dari adanya nilai-nilai keislaman adalah agar individu tiap muslim dapat melaksanakan ajaran dan syariat islam sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Untuk mencapai tujuan tersebut orang tua memiliki peran yang sangat penting. Rasulullah ﷺ telah menggambarkan seberapa penting peran orang tua dalam menanamkan nilai-nilai tersebut, sebagaimana yang beliau sabdakan dalam Riwayat Bukhari dan Muslim: “Setiap anak yang dilahirkan berada di atas fitrah (keimanan), maka kedua orang tuanya lah yang akan menjadikanya Yahudi, Nashrani, atau Majusi”. Dari sabda Nabi tersebut, dapat disimpulkan bahwa orang tua memiliki tugas untuk memupuk nilai-nilai keislaman terhadap anak sejak usia dini sehingga dapat menambah keimananya.

Penerapan nilai-nilai keislaman dalam aspek iman adalah dengan meyakini rukun iman yang enam beserta segala bentuk konsekuensinya. Beriman kepada Allah memiliki konsekuensi menyembah/beribadah hanya kepada Allah semata dan menjauhi segala macam sesembahan selain Allah.

Adapun konsekuensi dari beriman kepada para malaikat yaitu dengan meyakini wujud (keberadaan), sifat, dan nama mereka sesuai dengan apa yang telah dikabarkan dalam Al-Qur’an dan Hadits serta meyakini bahwa mereka adalah ciptaan Allah yang telah diberikan tugas oleh-Nya.

Beriman kepada kitab memiliki konsekuensi meyakini bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah yang Allah wahyukan kepada Nabi Muhammad ﷺ dan mempercayai adanya kitab-kitab samawiyah terdahulu yang telah Allah turunkan kepada para rasul sebelumnya.

Beriman kepada para Rasul memiliki konsekuensi meyakini bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah hamba dan utusan Allah sekaligus penutup para nabi dan rasul. Bentuk konsekuensi beriman kepada Hari Akhir adalah meyakini bahwa hari kiamat itu akan tiba dan meyakini adanya hari dibangkitkanya manusia dari kubur.

Kemudian yang terakhir beriman kepada takdir Allah memiliki konsekuensi mempercayai bahwa Allah telah menuliskan seluruh takdir baik dan buruk di lauhil mahfudzh lima puluh ribu tahun sebelum diciptakanya langit dan bumi.

Dalam aspek islam, nilai-nilai keislaman dapat diterapkan dengan menjalankan rukun islam yang lima sesuai tuntunan Nabi Muhammad ﷺ, yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan shalat lima waktu, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan melaksanakan haji jika mampu.

Untuk memahami tatacara pelaksanakan yang sesuai dengan tuntunan nabi, orang tua berperan besar untuk mengajarkanya kepada anak. Tentu hal ini menuntut orang tua untuk memahaminya secara keseluruhan terlebih dulu sebelum mengajarkan kepada anak.

Penerapan nilai-nilai keislaman dalam aspek ibadah adalah dengan menjalankan semua perintah syariat dan meninggalkan semua laranganya, hal ini selaras dengan tujuan diciptakanya jin dan manusia yaitu beribadah hanya kepada Allah.

Termasuk di dalamnya menutup aurat dengan hijab bagi wanita muslimah, yang mana hal tersebut Allah perintahkan dalam surat Al-Ahzab ayat 59. Allah subhanahu wata’ala berfirman yang artinya: “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu.

Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”. Berhijab merupakan ibadah karena mematuhi perintah yang Allah berikan. Begitu juga dengan menjauhi semua larangan yang Allah dan Rasul-Nya larang. Ketika menjalankan seluruh rangkaian ibadah seorang muslim hendaknya ikhlas dan mengharapkan ridha-Nya.

Selanjutnya dalam aspek akhlak, agama islam mengajarkan bagi pemeluknya agar berbudi pekerti yang luhur. Akhlak merupakan perilaku seseorang ketika berinteraksi yang dilakukan secara spontan atau kebiasaan. Akhlak terbagi menjadi dua, yaitu akhlak yang baik dan yang buruk. Akhlak meliputi perkataan lisan, perbuatan anggota tubuh, dan juga keyakinan hati. Itu semua telah islam atur sedemikian rupa dalam pedomanya, yaitu Al-Qur’an dan Hadits agar seorang muslim berakhlak dengan baik.

Bahkan Nabi Muhammad ﷺ telah memberikan contoh akhlak yang mulia bagi umatnya. Banyak sekali kisah contoh keteladanan nabi dalam berakhlak, baik hablun minallah (hubungan hamba dengan tuhanya) dan hablun minannaas (hubungan sesama makhluk).

Itulah beberapa penjelasan tentang pengertian nilai keislaman dan penerapanya di berbagai aspek. Untuk merealisasikan penerapan tersebut orang tua memiliki peran besar untuk mensukseskanya. Anak-anak di jaman sekarang adalah cerminan umat islam pada masa mendatang. Jangan sampai dikarenakan kelalaian kita sebagai orang tua mengakibatkan rusaknya umat islam di masa depan. Berikut adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua agar sang anak dapat menerapkan nilai-nilai keislaman dengan baikdan benar.

Pertama, dengan mendidik dan mengajarkan langsung kepada anak. Sejak anak berada di usia nol sampai sepuluh tahun merupakan usia yang intens bagi anak untuk belajar dan berkembang, terlebih khusus pada usia tamyiz. Pada usia tersebut orang tua harus sabar dalam menanamkan niai-nilai keislaman pada anak. Tidak harus menjelaskan secara detail dengan menyebutkan dalil dan sebagainya. Orang tua hanya perlu menjelaskan mana yang boleh dan mana yang tidak diperbolehkan oleh agama. Apa yang harus dilakukan oleh seorang muslim dan ibadah apa saja yang wajib dilakukan serta bagaimana cara pelaksanaanya.

Sebagaimana Nabi mengajarkan kepada para sahabat agar menyuruh anak-anak mereka mendirikan sholat sejak usia tujuh tahun dan memukulnya dengan pukulan kasih saying yang tidak menciderai apabila mereka enggan melaksanakanya di usia sepuluh tahun. Pada usia tujuh dan sepuluh tahun umumnya anak belum mencapai usia baligh (wajib melaksanakan ibadah), namun Nabi telah menyuruh anak-anak agar terbiasa dengan beribadah sehingga ketika mereka memasuki usia baligh mereka akan melakukanya tanpa paksaan dari orang tua. Inilah pentingnya menanamkan nilai-nilai keislaman sejak dini, dan islam telah mengatur itu semua sedemikian rupa.

Kedua, dengan menyekolahkan anak di madrasah/sekolah islam. Hal ini juga dapat dilakukan oleh orang tua sebagai ganti di saat kesibukan mereka saat mencari nafkah. Pada tahap ini guru ikut berperan besar menggantikan orang tua dalam menanamkan nilai-nikai keislaman selama berada di sekolah. Guru menjadi sosok panutan bagi para muridnya sehingga mereka dituntut bersikap bijak dalam menghadapi anak didik. Hendaknya guru dapat menyelipkan nilai-nilai keislaman di sela-sela materi pelajaran yang ia sampaikan di kelas, baik mata pelajaran umum maupun mata pelajaran diniyah. Dalam hal ini guru hendaknya tetap menjalin komunikasi dengan orang tua wali murid agar mereka juga tau perkembangan anaknya selama di sekolah.

Ketiga, menyekolahkan anak di lembaga pendidikan pesantren atau pondok. Selain sekolah islam atau madrasah, orang tua juga dapat menyekolahkan anaknya di pondok pesantren. Tentu saja pesantren meiliki keutamaan yang lebih banyak dibandingkan dengan madrasah biasa atau sekolah islam. Selain karena mereka dididik langsung oleh para kiayi dan ustadz yang memahami agama secara dalam, mereka juga dididik untuk bersikap mandiri. Hal lain yang menjadikan pesantren lebih unggul dari madrasah/sekolah islam adalah fokus pendidikan mereka, yang mana pesantren berfokus di bidang tahfizhul qur’an dan Bahasa Arab.

Sehingga mereka dapat memahami Al-Qur’an, Hadits dan buku-buku ulama berbahasa arab dengan baik. Hal ini menjadikan mereka lebih unggul dalam hal menanamkan nilai-nilai keislaman pada anak didik. Para orang tua pada era penjajahan Belanda khususnya di jawa banyak yang menyekolahkan anaknya di pesantren. Pada jaman tersebut belum banyak sekolah didirikan seperti pada jaman sekarang dan tidak semua anak diperbolehkan untuk bersekolah.

Sehingga para kiayi dan tokoh islam lainya berinisiatif mendirikan pesantren di daerahnya masing-masing. Namun pada jaman sekarang banyak orang yang beranggapan negatif terhadap pesantren. Bahkan tak sedikit orang tua yang mengancam anaknya dengan memasukanya ke pesantren jika tidak menaati orang tua. Hal ini yang menjadikan persepsi anak jaman sekarang terhadap pesantren jelek. Padahal pada kenyataanya, hal tersebut sangat keterbalikan. Banyak pesantren-pesantren modern yang meiliki fasilitas yang memadai dan tidak kalah dengan sekolah umum lainya.

Keempat, mengajak anak mengikuti majlis ta’lim. Hal ini dapat dilakukan orang tua ketika anak mereka memasuki usia remaja. Pada usia ini anak sudah mampu berpikir luas dan dapat diajak untuk berdiskusi. Pada usia ini pula, anak tidak hanya sebatas mengetahui mana yang boleh dilakukan oleh agama dan mana yang tidak. Namun mereka juga dituntut harus memahami dalil, hukum, tatacara dalam beribadah, mengapa hal ini diwajibkan agama dan mengapa hal ini dilarang oleh agama dan lain sebagainya. Itu semua dapat diperoleh dari majlis ta’lim. Selain untuk mengajarkan kepada anak, majlis ta’lim ini juga dapat menambah bekal orang tua tentang nilai-nilai keislaman. Bentuk majlis ta’lim itu beragam, seperti: khutbah jum’at, kultum, ceramah, pengajian, tabligh akbar, dan sejenisnya.

Kelima, memberikan video kajian singkat melalui sosial media. Seiring berkembangnya jaman, teknologi pun sudah semakin maju. Kaum muslimin dapat memanfaatkan perkembangan jaman ini untuk menambah ilmu dan wawasan mereka seputar agama. Sehingga mereka dapat mendokumentasikan ceramah para ustad dan menyebarkannya melalui sosial media seperti Youtube, Facebook, Instagram, dan lain sebagainya. Sehingga ini memberikan kemudahan bagi umat islam dalam menyimak kajian terlebih khusus di era pandemi. Hal ini juga menjadi peluang besar bagi orang tua dalam menanamkan nilai-nilai keislaman terhadap anak. Pada era pandemi ini, hampir seluruh kajian dan majlis ta’lim dilakukan secara online melalui sosial media.

Demikianlah beberapa upaya yang dapat orang tua lakukan untuk menanamkan nilai-nilai keislaman terhadap anak. Perlu diingat bahwa dalam mendidik anak diperlukan ketabahan dan usaha yang sangat besar. Namun paha yang Allah janjikan sangat melimpah.***

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini