Pulau Mamut, Jejak Sultan Mahmud III yang Terlupakan di Utara Lingga

0
73
Foto : Pulau Benaung, yang menurut cerita rakyat juga merupakan tempat persinggahan Sultan Mahmud III saat menuju ke pusat kerajaan di Daik-Lingga

Lingga, Kepulauan Riau — Di bagian utara Kabupaten Lingga, tersembunyi sebuah pulau kecil yang menyimpan nilai sejarah luar biasa namun nyaris terlupakan: Pulau Mamut.

Meski secara administratif hanya bagian dari Desa Mamut di Kecamatan Senayang, pulau ini memiliki kisah masa lalu yang erat kaitannya dengan sosok penting dalam sejarah Melayu, Sultan Mahmud Riayat Syah atau Sultan Mahmud III (1761–1812).

Asal-Usul Nama “Mamut”

Nama “Mamut” diyakini berasal dari nama sang Sultan sendiri, yakni Mahmud, yang kerap disinggahi dalam pelayarannya di masa silam. Seiring waktu, masyarakat setempat menyebut pulau tempat persinggahan itu sebagai Pulau Mamut, sebagai bentuk penghormatan dan pengingat terhadap kehadiran sang Sultan.

Sumber Air Jejak Kaki Sang Sultan

Di tepi pantai Pulau Mamut, terdapat fenomena alam unik sumber mata air tawar berbentuk seperti jejak telapak kaki manusia. Menariknya, meski berada sangat dekat dengan laut, air dari sumber ini tidak pernah kering bahkan di musim kemarau, dan tidak asin meski berdampingan langsung dengan air laut.

Masyarakat sekitar meyakini bahwa jejak tersebut merupakan bekas telapak kaki Sultan Mahmud III yang dahulu pernah singgah dan mencari air di pulau itu. Karena kepercayaan tersebut, lokasi sumber mata air ini dianggap sebagai tempat keramat, dan sering dijaga serta dihormati secara turun-temurun.

Masyarakat Nelayan di Pulau Mamut

Kini, Pulau Mamut merupakan desa kecil dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai nelayan tradisional. Geografi pulau ini unik memiliki sungai yang menyerupai selat kecil dan dilindungi oleh sebuah pulau kecil di depannya, menjadikan kawasan ini sangat potensial untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata sejarah dan alam.

Pulau Benaung: Persinggahan Menuju Daik-Lingga

Di hadapan Pulau Mamut terdapat Pulau Benaung, yang menurut cerita rakyat juga merupakan tempat persinggahan Sultan Mahmud III saat menuju ke pusat kerajaan di Daik-Lingga. Dua pulau ini menjadi bagian dari rute pelayaran penting dalam sejarah Kesultanan Melayu.

Situs Sejarah yang Terabaikan

Sayangnya, meskipun memiliki nilai historis tinggi, Pulau Mamut hingga kini belum tersentuh oleh perhatian Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lingga. Tidak ada upaya serius untuk menetapkan wilayah ini sebagai situs sejarah, padahal jejak peradaban dan cerita rakyat yang hidup di dalamnya memiliki nilai budaya dan warisan Melayu yang layak dilestarikan.

Kesimpulan

Pulau Mamut bukan hanya sekadar pulau kecil di utara Lingga. Ia adalah penjaga memori sejarah yang menyimpan jejak perjalanan seorang Sultan besar dalam sejarah Melayu. Dengan nilai budaya dan fenomena alam yang langka, Pulau Mamut sangat layak dijadikan situs sejarah dan dikembangkan sebagai destinasi wisata budaya di Kepulauan Riau.

Penting bagi pemerintah daerah, terutama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, untuk menggali, mendokumentasikan, dan melestarikan warisan sejarah ini, agar generasi mendatang tidak kehilangan jejak penting dari perjalanan sejarah bangsanya.

Laporan : Iwan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini